KOMPONEN DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
KOMPONEN DALAM
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Oleh :
Ø
Asri Jayanti
Ø
Angela Janice Pesha Rappun
Ø
Virna Sunnang
Ø
Dini Arsita
Ø
Dea Putri Gita
Ø Elma Sampije
Kelas : XII IPA I
Tahun Ajaran 2012/2013
SMA Negeri 1 Lamasi
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Komponen Dalam Manajemen Berbasis Sekolah.
Penulisan makalah ini untuk memenuhi
tugas Mata pelajaran Bahasa Indonesia tentang Penulisan Karya Ilmiah semester II. Penulisan
makalah ini dapat dilaksanakan atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca dan teman-teman semua demi kesempurnaan makalah ini.
Lamasi, 16 February 2012
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR………………………………………………………………………. i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN ………..…………………………………………………………. 1
- Latar Belakang……………………………………………………………………….. 1
- Rumusan Masalah ………………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN ……… ……………………………………………………………. 3
A.
Komponen
dan Manajemen Berbasis Sekolah ……………………………………………. 3
- Manajemen Kurikulum ………………………………………………….…………. 4
- Manajemen Pembelajaran …………………………………………………...……… 5
- Manajemen Tenaga Kependidikan …………………………………………….……. 6
- Manajemen Kesiswaan ……………………………………………………………….7
- Manajemen Keuangan ……………………………………………………………… 8
- Manajemen Sarana dan Prasarana ………………………………………………….. 9
- Manajemen Hubungan Kemasyarakatan ………………………………………….. 10
- Manajemen Layanan Khusus………………………………………………………..11
BAB
III PENUTUP………………………………………………………………………….. 12
- Kesimpulan…………………………………………………………………………… 12
- Saran………………………………………………………………………………….. 12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..
13
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Balakang
Dewasa ini globalisasi telah membawa
perubahan-perubahan mendasar dalam berbagai lingkungan termasuk lingkungan
pendidikan. Salah satu contoh perubahan mendasar yang sedang digulirkan saat
ini adalah Manajem Berbasis Sekolah. Pemerintah telah melakukan sosialisasi
ditingkat sekolah dasar pada khususnya tentang pengaruh dan kegunaan Manajemen
Berbasis Sekolah terhadap peningkatan mutu dan kualitas sekolah menuju kearah
yang lebih baik, akan tetapi hal tersebut seolah tidak mendapat respon yang
positif dari pihak sekolah. Terbukti dengan masih banyaknya angka partisipasi
pendidikan nasional yang kurang baik dan kualitas pendidikan tetap menurun. Diharapkan
pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah sesuai dengan anjuran yang diberikan
sehingga Manajemen Berbasis Sekolah dapat berhasil mengangkat kondisi dan
memecahkan masalah pendidikan yang ada. Hal tersebut diharapkan akan bermuara
pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dalam Manajemen Berbasis Sekolah,
sekolah memiliki wewenang yang besar dalam mengelola kebijakannya. Oleh karena
itu, kepemimpinan kepala sekolah dalam mengelolah sekolah sngatlah penting,
selain peran guru, siswa, maupun peran serta masyarakat tentunya. Dalam
pengeolaan sekolah diperlukan suatu kemampuan manajerial. Dalam buku Manajemen
Berbasis Sekolah, Nurkholis (2003: 120) menyatakan bahwa: “Sebagai manajer,
kepala sekolah harus memerankan fungsi manajerial dengan melakukan proses
perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan mengoordinasikan.”
Dari hal tersebut jelas terlihat
bahwa kepemimpinan kepala sekolah sangatlah vital dalam pengelolaan sekolah.
Bisa dibayangkan bagaimana jadinya sebuah sekolah apabila kepala sekolah tidak
memiliki kemampuan manajemen ( sebagai manajer ) maka yang terjadi adalah
kesemrawutan pengelolaan, baik itu pengelolaan kurikulum, pengelolaan
pembelajaran, pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan, pengelolaan
kesiswaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan sarana dan prasarana, pengelolaan
hubungan kemasyarakatan, serta pengelolaan layanan khusus. Akan tetapi,
pengelolaan tersebut tidak semata-mata tugas dari kepala sekolah saja.
Dibutuhkan kerjasama yang baik antara komponen sekolah itu sendiri. Baik dari
guru, siswa, orang tua siswa, maupun komite sekolah. Apabila kerjasama terjalin
dengan baik, maka tujuan pendidikan yang diharapkan akan lebih mudah tercapai.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa rumusan masalah dalam kaitannya
dengan komponen Manajemen Berbasis Sekolah, yaitu sebagai berikut:
A. Apakah pengertian dari komponen dan Manajemen Berbasis
Sekolah?
B. Bagaimanakah Manajemen Kurikulum?
C. Bagaimanakah Manajemen Pembelajaran atau Pengajaran?
D. Bagaimanakah Manajemen Ketenagaan?
E. Bagaimanakah Manajemen Kesiswaan?
F. Bagaimanakah Manajemen Keuangan dan Pembiayaan?
G. Bagaimanakah Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan?
H. Bagaimanakah Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat?
I. Bagaimanakah Manajemen Layanan Khusus?
Untuk menjawab beberapa rumusan
masalah di atas, berikut penjelasannya dalam Bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KOMPONEN
DAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Komponen adalah bagian yang
merupakan seutuh ( W.J.S. Poerwodaminto, 1984: ). Secara umum, komponen
merupakan bagian dari sebuah sistem utuh.
Mengenai pengertian Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS), Nurkholis (2003: ) menyatakan bahwa:
Manajemen
Berbasis Sekolah adalah model pengelolaan sekolah berdasarkan kekhasan,
kebolehan, kemampuan, dan kebutuhan sekolah,yang dilakukan secara partisipatif,
transparan, akuntabel, berwawasan kedepan, tegas dalam penegakan hukum, adil,
prediktif, peka terhadap aspirasi stakeholder, pasti dalam jaminan mutu,
professional, efisien dan efektif dalam rangka peningkatan mutu.
Sedangkan menurut Mulyasa (2009: )
menyatakan bahwa: “MBS adalah salah satu wujud dari reformasi pendidikan, yang
menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan
memadai bagi peserta didik.”
Tidak terlalu berbeda dengan
pendapat di atas, Rohiat (2008: ) juga menyatakan bahwa:
MBS
adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi, memberikan fleksibilitas atau
keluwesan pada sekolah, mendorong partisipasi sekolah secara langsung dari
warga sekolah dan masyarakat dan guna meningkatkan mutu sekolah berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional serta perundang-undangan yang berlaku.
Dari beberapa pendapat di atas,
dapat kita pahami bahwa komponen merupakan bagian dari sebuah keutuhan. Dalam
hal ini keutuhan yang dimaksud adalah MBS. Jadi komponen dalam MBS memiliki
makna bagian-bagian dari Manajemen Berbasis Sekolah. Bagian-bagian tersebut
antara lain: Manajemen Kurikulum, Manjemen Keuangan, dan sebagainya.
B.
MANAJEMEN KURIKULUM
Kurikulum merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan
mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Kurikulum SDN 3
Tamanwinangun, 2010: 5). Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan
nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan
dan peserta
didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan
untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan
potensi yang ada di daerah. Perencanaan dan
pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah dilakukan oleh Departemen
Pendidikan Nasioanal ( sekarang Kementerian Pendidikan Nasional-red ) pada
tingkat pusat. Karena itu sekolah merealisasikan dan menyesuaiakan kurikulum
tersebut dengan kegiatan pembelajaran. Disamping itu, sekolah juga bertugas dan
berwenang untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan lingkungan setempat.
Menurut Nurkholis (2003: 45)
menyatakan bahwa: “Sekolah dapat mengembangkan, namun tidak boleh mengurangi
isi kurikulum yang berlaku secara nasional yang dikembangkan oleh Pemerintah
Pusat. Sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan
lokal.”
Pengembangan kurikulum muatan lokal
telah dilakukan sejak digunakkannya Kurikulum 1984, khususnya di sekolah dasar
(Mulyasa, 2009: 40). Pada kurikulum tersebut muatan lokal disisipkan pada
berbagai bidang studi yang sesuai. Dalam kurikulum 1994, muatan lokal tidak
lagi disisipkan pada setiap bidang studi.
Jadi intinya adalah dalam
pengelolaan kurikulum yang bersifat nasional, sekolah tidak berhak mengurangi
isinya. Yang boleh dikembangkan adalah muatan lokal yang disesuaiakan sesuai
dengan kondisi dan karakteristik sekolah masing-masing.
C.
MANAJEMEN
PROGRAM PEMBELAJARAN ATAU PENGAJARAN
Sekolah diharapkan dapat
mengembangkan program pengajaran serta melaksanakan pengawasan dalam
pelaksanaannya. Dalam proses pengembangan program sekolah, manajer hendaknya
tidak membatasi diri pada pendidikan dalam arti sempit, ia harus menghubungkan
peserta didik dan kebutuhan lingkungan.
Dalam kepentingan kepala sekolah
sebagai manajer, ia harus bertanggung jawab terhadap perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian perubahan atau perbaikan program pengajaran di sekolah. Dalam
kaitannya dengan hal tersebut, ada empat langkah yang harus dilakukan. Menurut
Mulyasa (2009: 41) , empat langkah tersebut yaitu: menilai kesesuaian program
yang ada dengan tuntutan kebudayaan dan kebutuhan murid, meningkatkan
perencanaan program, memilih dan melaksanakan program, serta menilai perubahan
program.
Sekolah diberi kebebasan untuk
memilih strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang paling efektif
(Nurkholis, 2003: 45). Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka dalam proses
pembelajaran atau pengajaran ada baiknya bersifat terpusat pada siswa.
Mengenai pembelajaran bersifat pada
siswa, Rohiat (2008: 65) menyatakan bahwa:
Yang
dimaksud dengan pembelajaran berpusat pada siswa adalah pembelajaran yang menekankan
pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru. Oleh karena
iitu, cara-cara belajar siswa aktif seperti active learning, cooperative
learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
Berikut beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
pengelolaan program pengajaran:
1. Tujuan yang hendak dicapai harus
jelas;
2. Bersifat sederhana dan fleksibel;
3. Sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan;
4. Bersifat menyeluruh dan harus jelas
pencapainnya;
5. Ada koordinasi antarkomponen
pelaksana program.
Dari beberapa prinsip di atas,
apabila dapat dilaksanakan semua maka tujuan yang diharapkan akan lebih mudah
tercapai. Selain itu, dalam pengelolaan sekolah harus ada pembagian tugas guru,
penyusunan kalender pendidikan, program-program pembelajaran. Dengan tujuan
agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan teratur.
D.
MANAJEMEN
TENAGA KEPENDIDIKAN
Ketenagaan dalam sekolah identik
dengan posisi guru sebagai pendidik maupun tenaga kependidikan. Adanya
pembagian tugas yang jelas antara ketenagaan yang satu dengan yang lainnya akan
menunjang kelancaran dari pelaksanaan pembelajaran di sekolah.
Menurut Mulyasa (2009: 42) manajemen tenaga kependidikan
(guru dan personil) mencakup (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3)
pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian
pegawai, (6) kompensasi, (7) penilaian pegawai.
Mengenai pengelolaan ketenagaan,
Nurkholis (2003: 46) menyatakan bahwa:
Pengelolaan
ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen, pengembangan,
penghargaan dan sanksi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja tenaga kerja
sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri yang sampai
saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.
Tugas kepala sekolah dalam kaitannya
dengan manajemen tenaga kependidikan bukanlah pekerjaan yang mudah karena tidak
hanya mengusahakan tercapainya tujuan sekolah, tetapi juga tujuan tenaga
kependidikan (guru dan pegawai) secara pribadi. Oleh karena itu, kepala sekolah
dituntut untuk mengerjakan instrumen pengelolaan tenaga kependidikan, seperti
daftar riwayat pekerjaan, dan kondisi pegawai untuk membantu kelancaran MBS di
sekolah yang dipimpinnya.
E.
MANAJEMEN
KESISWAAN
Mengenai Manajemen Kesiswaan,
Mulyasa (2009: 46-47) menyatakan bahwa:
Manajemen
kesiswaan adalah penataan dan pengaturan kegiatan yang berkaitan dengan peserta
didik (siswa), mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari
suatu sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data
peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara operasional
dapat membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses
pendidikan di sekolah.
Tujuan dari manajemen kesiswaan
yaitu untuk mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan
pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib, dan teratur,
serta mencapai tujuan pendidikan sekolah.
Tanggung jawab kepala sekolah menurut Sutisna (1985) dalam
Mulyasa (2009: 46) sebagai berikut:
1. Kehadiran murid di sekolah dan
masalah-masalah yang berhubungan dengan itu;
2. Penerimaan, orientasi, klarifikasi,
dan penunjukkan murid kelas dan program studi;
3. Evaluasi dan pelaporan kemajuan
belajar;
4. Program supervisi bagi murid yang
mempunyai kelainan, seperti : pengajaran, perbaikan, dan pengajaran luar biasa;
5. Pengendalian dan disiplin murid;
6. Program bimbingan dan penyuluhan;
7. Program kesehatan dan keamanan;
8. Penyesuaian pribadi, sosial, dan
emosional.
Nurkholis (2003: 46) dan Rohiat (2008: 67) menyatakan bahwa:
“Yang diperlukan dalam manajemen kesiswaan adalah intensitas dan ekstensinya.”
Yang perlu diperhatikan dalam manajemen kesiswaan adalah
bahwa sekolah tidak hanya mengembangkan pengetahuan anak saja, akan tetapi juga
harus mengembangkan sikap kepribadian, aspek sosial emosional, disamping
keterampilan-keterampilan yang lain. Sehingga akan tercipta peserta didik yang
cerdas intelejen, emosional, maupun spiritualnya.
F.
MANAJEMEN
KEUANGAN
Keuangan merupakan salah satu sumber dari sekolah yang
secara langsung menunjang kelangsungan dari sekolah tersebut dalam efektifitas
dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Dalam MB, hal tersebut akan jauh lebih
terasa, karena menuntut sekolah untuk merencanakan, mengelola, mengevaluasi,
serta mempertanggungjawabkan penggunaan keuangan secara transparan.
Sekolah diberi kebebasan untuk melakukan kegiatan-kegiatan
yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak semata-mata
bergantung pada pemerintah (Nurkholis, 2003: 46). Hal ini didasari oleh
kenyataan bahwa sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga
desentralisasi uang sudah seharusnya dilimpahkan ke sekolah (Rohiat, 2009: 66)
Mulyasa (2009: 48) menyatakan bahwa: “Sumber keuangan dan
pembiayan sekolah secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
(1) pemerintah, (2) orang tua atau peserta didik, (3) masyarakat.”
Dalam pengelolaan keuangan di sekolah, diperlukan rasa
tanggungjawab yang besar dari semua komponen sekolah agar penggunaannya dapat
maksimal dan sesuai sasaran. Dengan penggunaan yang tepat, maka semua kebutuhan
sekolah dalam hal peningkatan pembelajaran, baik teknis ataupun non-teknis akan
tercukupi sehingga sekolah dapat berjalan dengan lancar, teratur dan
bertanggungjawab.
G. MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA
(
FASILITAS )
Mengenai sarana dan prasarana
pendidikan, Mulyasa (2009: 49) menyatakan bahwa:
Sarana
pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan
dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar mengajar, seperti
gedung, ruang kelas, meja kursi, serta alat-alat dan media pengajaran. Adapun
yang dimaksud dengan prasarana pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak
langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau pengajaran, seperti halaman,
kebun, taman sekolah, jalan menuju sekolah, tetapi jika dimanfaatkan secara
langsung untuk proses belajar mengajar, seperti taman sekolah untuk pengajaran
biologi, halaman sekolah sebagai sekaligus lapangan olahraga, komponen tersebut
merupakan sarana pendidikan.
Manejemen sarana dan prasarana yang baik diharapkan dapat
menciptakan sekolah yang bersih, rapi, indah sehingga menciptakan kondisi yang
menyenangkan baik bagi guru maupun murid untuk berada di sekolah.
Nurkholis (2003: 46) dan Rohiat (2008: 66) sepakat bahwa
pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan,
pemeliharaan, dan perbaikan hingga pengembannya.
Melihat alasan dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa
dalam MBS, sekolah yang benar-benar mengetahui kondisi dan kebutuhan fasilitas
untuk pengembangan sekolahnya masing-masing.
H. MANAJEMEN HUBUNGAN MASYARAKAT
Hubungan sekolah dengan masyarakat pada hakekatnya merupakan
suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan mengembangkan pertumbuhan
pribadi peserta didik di sekolah.
Menurut Mulyasa (2009: 50) tujuan dari hubungan sekolah
dengan masyarakat adalah:
1) Memajukan kualitas pembelajaran, dan
pertumbuhan anak;
2) Memperkokoh tujuan serta
meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat;
3) Menggairahkan masyarakat untuk menjalin
hubungan dengan sekolah.
Gambaran dan kondisi sekolah dapat diinformasikan ke
masyarakat melalui laporan kepada orang tua siswa, buletin bulanan, penerbitan
surat kabar, pameran sekolah, open house, kunjungan ke sekolah, kunjungan ke
rumah siswa (home visit), penjelasan oleh staf sekolah, siswa itu sendiri,
radio serta laporan tahunan.
Esensi dari hubungan ini adalah meningkatkan keterlibatan,
kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat, terutama dukungan moral
dan finansial yang dari dulu telah didesentralisasikan {Nurkholis (2003: 46-47)
dan Rohiat (2008: 67)}
Dari beberapa pendapat di atas, dapat kita ketahui bahwa
kelangsungan sebuah sekolah tidak bisa lepas dari peran serta masyarakat. Maka,
seyogyanya jalinan atau hubungan yang baik antara sekolah dan masyarakat harus
dijunjung tingggi. Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, pun demikian
dengan masyarakat yang harus merasa memiliki sekolah. Keduanya saling
membutuhkan demi tercapainya tujuan pendidikan Indonesia.
I.
MANAJEMEN
LAYANAN KHUSUS
Menurut Mulyasa (2009: 52) manajemen layanan khusus meliputi
manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah.
1) Manajemen perpustakaan
Perpustakaan
yang lengkap dan dikelola dengan baik akan menunjang perkembangan peserta didik
dalam hal perkembangan pengetahuan . Disamping itu juga memungkinkan bagi guru
untuk mengembangkan pengetahuan secara mandiri, dan juga dapat mengajar dengan
metode bervariasi, misalnya belajar individual.
2) Manajemen Kesehatan
Sekolah
sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan bertanggungjawab terhadap proses
pembelajaran, tidak hanya bertugas mengembangkan pengetahuan saja, tetapi juga
harus meningkatkan jasmani dan rohani siswa. Hal ini sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional yaitu mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Sebagai
tindak lanjut dari hal tersebut, maka di sekolah diadakan UKS ( Usaha Kesehatan
Sekolah ) dan pendirian tempat ibadah.
3) Manajemen Keamanan
Dengan
tujuan memberikan rasa tenang dan nyaman dalam mengikuti proses belajar dan
mengajar bagi komponen sekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa komponen MBS yang
telah diuraikan di atas, sebenarnya ada benang merah dari pelaksanaan MBS,
yaitu bahwa sekolah mempunyai kewenangan dalam mengelola sekolahnya. Alasan
yang menguatkan hal tersebut karena sekolah dianggap lebih memahami dan
mengetahui kondisi yang ada di sekolah, baik mengenai program pembelajaran,
ketenagaan, kesiswaan, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan dengan
masyarakat serta layanan khusus. Akan tetapi kewenangan tersebut tidak dalam
arti semuanya merupakan kewenangan sekolah. Ada hal-hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya dalam hal kurikulum. Sekolah hanya berwenang
menjabarkan kurikulum nasional dan mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai
dengan karakteristik daearahnya masing-masing.
Jadi konsep Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) sebagaimana telah diuraikan di atas, esensinya adalah kewenangan
yang besar pada sekolah dengan tuntutan kemampuan manajerial dari kepala sekolah
dengan dukungan dari guru, peserta didik, masyarakat, serta pemerintah.
B. Saran
1. Komponen-komponen MBS seperti
diuraikan di atas akan berjalan dengan baik apabila kemampuan manajerial kepala
sekolah baik dengan didukung oleh semua komponen sekolah yang ada;
2. Sebaiknya semua komponen dalam
sekolah memahami tugas dan kewajibannya masing-masing sehingga akan tercipta
kondisi yang baik demi tercapainya tujuan pendidikan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
E. Mulyasa. 2009. Manajemen
Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nurkholis. 2003. Manajemen
Berbasis Sekolah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Rohiat. 2008. Manajemen Sekolah.
Bandung: PT Refika Aditama.
Tim Pengembang Kurikulum. 2010. Kurikulum
SD Negeri 3 Tamanwinangun.
Ijin share bu
ReplyDelete